HUBUNGAN ANTARA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DENGAN
KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUD
PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO TAHUN 2010
ARTIKEL
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun Oleh:
RETDIASTY EKA KUSUMAWARDANI
NIM. 080874
AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO
ARTIKEL
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DENGAN
KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUD
PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO TAHUN 2010
Retdiasty Eka Kusumawardani1 Dyah Fajarsari2 Warni Fridayanti3
1,2,3Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
Telp. 085728883123,
email retdiastydanish@yahoo.com
AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO
Jalan K.H Wahid Hasyim No.
274 A Purwokerto 53144
e-mail : akbid.ylpp@gmail.com Alamat rumah : Jalan
Ketapang IV/70 RT02/VII
Perum
Teluk Purwokerto Selatan 53145
CORRELATION BETWEEN THE LOW BABY
WEIGHT IN CHILDBIRD
AND THE OCCURRENCE OF HYPERBILIRUBINEMIA
AT RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO IN 2010
AND THE OCCURRENCE OF HYPERBILIRUBINEMIA
AT RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO IN 2010
By :
Retdiasty Eka
Kusumawardani1 Dyah Fajarsari2 Warni
Fridayanti3
1,2,3Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
Jl. KH. Wahid Hasyim No. 274 A Purwokerto,
Telp. 085728883123, e-mail retdiastydanish@yahoo.com
ABSTRACT
Hyperbillirubinemia is one of the factor that causes
the baby immortality where one of causal
factor related to the low baby weight in childbirth. It is affected by
immaturity in the liver function of baby to proceed the erythrocyte (red blood
cell), so there occurs the sedimentation of excessive bilirubin. In the
clinical records data at RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto, it is
obtained 579 babies that have experience with the hyperbillirubinemia and 546
babies that have the experience with the
low baby weight. Most of the babies that
have the experience with the hyperbillirubinemia that has the low baby weight
in childbirth. This objective aims to find out
the correlation between the low baby weight of childbirth and the occurrence of
hyperbillirubinemia at RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. This research is the descriptive research, survey
approach. Technique of taking samples by using systematic random sampling 85
babies for the cases and 85 babies for the control. Data analysis uses the
analysis of univariat (descriptive) and bivariat (chi square) in
percentage. Results with the title “Correlation
between the low baby weight in childbirth and the occurrence of Hyperbilirubinemia
at RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto” it can be taken the conclusion
where the baby which has been born with non low baby weight at RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto is higher that is 123 babies (72.4%) than the baby
that has been born with low baby weight, there is 85 babies that have the experience with the
hyperbillirubineia (50%) and 85 babies that do not have with experience hyperbillirubinemia
(50%), and there is correlation between the low baby weight in childbirth and
the occurrence of hyperbillirubinemia at RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto (p value = 0.000). Conclusion research
is found out that there is correlation between the low baby weight of
childbirth and the occurrence of hyper billirubinemia at RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto. Suggestion to prevent the infection for the health
officer in hospital it needs to do the separation for the baby that has been
infected and the baby that has not been infected, for the baby that has the
experience with the occurrence of hyperbillirubinemia must obtain the optimum
taking care in order not to become the
kernikterus.
Keywords : Hyperbillirubinemia,
Low Birth Weight Babies
HUBUNGAN ANTARA BAYI BERAT LAHIR
RENDAH DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUD
PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO TAHUN 2010
Oleh :
Retdiasty Eka
Kusumawardani1 Dyah Fajarsari2 Warni
Fridayanti3
1,2,3Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
Jl. KH. Wahid Hasyim No. 274 A
Purwokerto,
Telp. 085728883123, e-mail retdiastydanish@yahoo.com
ABSTRAK
Hiperbilirubinemia adalah salah satu faktor penyebab kematian bayi yang
salah satunya disebabkan karena berat badan lahir rendah. Hal ini dipengaruhi
oleh belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah
merah), sehingga terjadi penumpukan bilirubin yang berlebihan. Pada data
rekam medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto, didapatkan 579 bayi
mengalami hiperbilirubinemia dan 546 bayi mengalami BBLR. Kebanyakan bayi yang
mengalami hiperbilirubinemia memiliki berat badan yang rendah. Penelitian
ini bertujuan mengetahui hubungan antara bayi berat lahir rendah
dengan kejadian hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif,
pendekatan survai. Teknik pengambilan sampel dengan systematic random sampling sebanyak 85 bayi untuk kasus
dan 85 bayi untuk kontrol. Analisa data menggunakan analisa univariat (deskriptif)
dan bivariat (chi square) dengan persentase. Hasil penelitian dengan judul “Hubungan Antara Bayi Berat
Lahir Rendah dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto” dapat diambil kesimpulan bahwa bayi yang dilahirkan dengan BBLC di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto lebih banyak yaitu 123 bayi (72,4%) dibandingkan dengan bayi yang
dilahirkan BBLR, terdapat 85 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia (50%) dan 85 bayi yang
tidak mengalami hiberbilirubinemia (50%), dan terdapat hubungan antara bayi berat
lahir rendah (BBLR) dengan kejadian hiperbilirubinemia
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto(p value = 0,000). Kesimpulan penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara bayi berat
lahir rendah dengan kejadian hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto. Saran dari
penelitian ini untuk pencegahan infeksi tenaga kesehatan di rumah sakit perlu
mengadakan pemisahan pada bayi yang terkena infeksi dengan bayi yang tidak
terkena infeksi, pada bayi yang mengalami kejadian hiperbilirubinemia harus
mendapatkan penanganan yang optimal agar tidak menjadi kernikterus
Kata Kunci : Hiperbilirubinemia, Bayi Berat Lahir
Rendah.
PENDAHULUAN
Angka
kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi, Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI, 2007)
menyebutkan terdapat 157.000 bayi meninggal dunia per tahun. Banyak faktor yang
mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu prematuritas dan BBLR (34%),
asfiksia (37%), sepsis (12%), hipotermi (7%), Ikterus (6%), post matur (5%),
kelainan kongenital (1%) (Riskesdas, 2007). Ikterus adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi angka kematian bayi. Penelitian di dunia kedokteran
menyebutkan bahwa 70% bayi baru lahir mengalami kuning atau ikterus, meski
kondisi ini bisa dikategorikan normal namun diharapkan untuk tetap waspada,
sehingga tidak sampai terjadi hiperbilirubinemia pada keadaan dimana terjadi
peningkatan kadar hiperbilirubin yang lebih dari normal, dan apabila
hiperbilirubinemia tidak ditanggulangi dengan baik maka akan mempunyai potensi
menimbulkan Kern Ikterus. Salah satu penyebab hiperbilirubinemia adalah bayi
berat lahir rendah (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubinemia yang dialami oleh bayi dengan berat badan lahir rendah
disebabkan karena belum matangnya fungsi hati bayi
untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Pada bayi, usia sel darah merah
kira-kira 90 hari kemudian eritrosit
harus diproses oleh hati bayi sebagai hasil
pemecahannya. Saat lahir hati bayi belum cukup baik
untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin
ini yang menyebabkan
kuning pada bayi dan apabila jumlah
bilirubin semakin menumpuk ditubuhnya maka, bilirubin dapat
menodai kulit dan jaringan tubuh lain. Kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir (BBL) sekitar
50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini
berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu
tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini
mengalami banyak kemajuan (Suriadi, 2001).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas untuk bulan Agustus
tahun 2010, Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak 140 dari jumlah kelahiran
hidup 18.974 bayi, dengan penyebab kematian BBLR 43 kasus (30,71%), asfiksia 35 kasus (25%), kelainan kongenital 17 kasus
(12,14%),Diare 5 kasus (3,57%), pnemonia 5 kasus (3,57%), infeksi 2 kasus (1,42%), penyebab tidak diketahui 33 (23,57%). Terdapat Bayi Lahir Mati sebanyak 75 jiwa (Dinkes Kabupaten Banyumas, 2010).
Berdasarkan
hasil data studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 25 November 2010
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2010 terdapat 98 bayi meninggal dari 2322 kelahiran hidup. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah terdapat 546 bayi, 74 bayi diantaranya meninggal. Dan pada bayi yang terkena
hiperbilirubinemia ada 579 bayi, 18 bayi diantaranya
meninggal. Dari data
tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Hubungan
antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.”
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Hiperbilirubinemia
a.
Pengertian
hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia
adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus jika tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada
cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15
mg% (Tarigan, 2003).
b. Jenis
bilirubin
Menurut Klaus dan Fanaroff (1998) bilirubin dibedakan
menjadi dua jenis yaitu:
1)
Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas
yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport
dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena
bisa melewati sawar darah otak.
2)
Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu
bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
c.
Klasifikasi
hiperbilirubinemia
1) Hiperbilirubinemia
fisiologis
Tidak terjadi pada hari pertama
kehidupan (muncul setelah 24 jam). Peningkatan bilirubin normal total tidak lebih
dari 5 mg% perhari. Pada cukup bulan mencapai puncak pada 72 jam. Serum
bilirubin 6 – 8 mg%. Pada hari kelima akan turun sampai 3 mg%. selama 3 hari
kadar bilirubin 2 – 3 mg%. turun perlahan sampai dengan normal pada umur 11 –
12 hari. Pada BBLR atau prematur bilirubin mencapai puncak pada 120 jam serum
bilirubin 10 mg% (10 – 15%) dan menurun setelah 2 minggu.
2)
Hiperbilirubinemia
patologis
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan, serum bilirubin total meningkat lebih dari 5 mg% perhari. Pada bayi cukup
bulan serum bilirubin total lebih dari 12 mg%, pada bayi prematur >15 mg%. bilirubin conjugated >1,5 – 2 mg%. Ikterus
berlangsung >1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.
d.
Etiologi hiperbilirubinemia
Penyebab
yang sering adalah hiperbilirubinemia fisiologis, inkompatibilitas
golongan darah ABO, Breast Milk Jaundice, inkompatibilitas golongan darah rhesus,
infeksi, hematoma sefal, hematoma subdural, excessive bruising, IDM (Infant of
Diabetic Mother), polisitemia / hiperviskositas, prematuritas / BBLR,
asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia (Etika, 2004).
e.
Patofisiologi hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan.
Hiperbilirubinemia
karena berat badan lahir rendah atau bayi dengan berat badan lahir < 2500
gram sering mengalami hiperbilirubin disebabkan karena organ tubuhnya yang
masih lemah disebabkan karena fungsi hepar yang belum matang atau terdapat
gangguan dalam fungsi hepar seperti hipoksia, hipoglikemi, asidosis, dll
sehingga mengakibatkan kadar bilirubin meningkat dan bilirubin indirek akan
mudah melewati darah otak (Trionika, 2009).
f.
Tanda dan gejala hiperbilirubinemia
Menurut Trionika (2009)
ada beberapa tanda dan gejala hiperbilirubinemia, yaitu :
1) Pada
permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
2) Letargik
( lemas).
3) Kejang.
4) Tidak
mau menghisap.
5) Dapat
tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental.
6) Bila
bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
7) Perut
buncit.
8) Pembesaran
pada hati. Feses berwarna seperti dempul.
9) Tampak
ikterus, sklera, kuku, kulit dan membrane mukosa. Kuning pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh
penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi.
10) Muntah,
anoreksia, warna urin gelap.
g.
Komplikasi
hiperbilirubinemia
Jika tidak ditanggulangi dengan baik
akan terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak.
h. Penanganan
hiperbilirubinemia
1) Fototerapi
2) Transfusi
pengganti
3) Transfusi
tukar
2.
Bayi Berat Lahir Rendah
a.
Pengertian bayi berat
lahir rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR)
ialah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang
masa kehamilan (Proverawati, 2010).
b. Klasifikasi bayi berat lahir rendah
Menurut
Proverawati dan Ismawati (2010), ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi
BBLR, yaitu :
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir
1000-1500 gram
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir
kurang dari 1000 gram
c. Etiologi
bayi berat lahir rendah
1) Faktor Ibu
a)
Gizi saat hamil
yang kurang.
b)
Umur kurang dari 20
tahun atau diatas 35 tahun.
c)
Jarak hamil atau
bersalin terlalu dekat.
d)
Penyakit menahun
ibu seperti hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok).
e)
Faktor pekerjaan
yang terlalu berat.
2) Faktor kehamilan
a)
Hamil dengan
hidramnion.
b)
Hamil ganda.
c)
Perdarahan
antepartum.
d)
Komplikasi hamil
pre-eklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini.
3) Faktor janin
a) Cacat bawaan.
b) Infeksi dalam rahim
d. Ciri-ciri
bayi berat lahir rendah
Menurut
Hidayat (2005) ciri-ciri bayi berat lahir rendah (BBLR) yaitu:
1)
Pengukuran berat
badan didapatkan hasil kurang dari 2500 gram.
2) Panjang badan kurang dari 45 cm.
3) Kulit tipis dan transparan.
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
5) Lingkar dada kurang dari 33 cm.
6) Adanya kepala lebih besar dari pada badan.
7) Adanya lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis,
telinga, dan lengan.
8) Jumlah lemak sub kutan kurang.
9) Ubun-ubun dan sutura lebar.
10) Bayi perempuan mempunyai labia minora belum tertutup oleh
labia mayora dan pada laki-laki testis belum turun.
11) Tulang rawan dan daun telinga imatur.
12) Pergerakan kurang dan lemah.
13) Tangisan lemah.
14) Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apneu.
15) Reflek tonus leher lemah.
16) Reflek rooting dan menghisap biasanya lemah.
e. Penanganan dan perawatan bayi berat lahir rendah
1)
Memperhatikan pengaturan suhu badan bayi pada bayi berat lahir rendah.
2)
Memperhatikan makanan untuk bayi berat lahir rendah.
3)
Menghindari infeksi
pada bayi berat lahir rendah.
3. Hubungan
antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia
sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR. Banyak sekali
penyebab hiperbilirubinemia ini. Yang sering terjadi adalah karena belum
matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah).
Kejadian hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi
cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda
untuk beberapa negara tertentu, beberapa
klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam
pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan case control (Notoatmodjo, 2002), data yang digunakan adalah data
sekunder dengan melihat semua catatan medik kasus bayi
yang mengalami hiperbilirubinemia dan
bayi yang tidak mengalami hiperbilirubinemia sebagai kontrolnya di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo
Purwokerto tahun 2010. Populasi berjumlah 2322 bayi dengan sampel berjumlah 85
bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dan 85 bayi yang tidak mengalami
hiperbilirubinemia. Teknik sampel
ditentukan dengan cara Systematic
Random Sampling. Data yang sudah terolah di analisis dengan analisis Univariat yaitu dengan
cara:
Prosentase =
X 100%

Keterangan : x : Frekuensi
n : Banyaknya data
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Analisis Univariat
a.
BBLR dan Non BBLR
Diagram 1. Distribusi
Frekuensi Bayi dengan BBLR dan Non BBLR di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto.

Berdasarkan diagram 1 dapat diketahui bahwa dari 170 bayi, bayi
yang dilahirkan dengan keadaan non BBLR lebih banyak yaitu sejumlah 123 (72,4%)
dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dengan keadaan BBLR sejumlah 47 bayi
(27,6%).
Bayi
yang dilahirkan dengan keadaan Non BBLR di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dengan keadaan
BBLR. Bayi non BBLR akan memiliki kesehatan yang lebih
optimal sehingga perawatannya akan lebih mudah dibandingkan dengan bayi
dilahirkan dengan keadaan BBLR.
b.
Hiperbilirubinemia dan
Non Hiperbilirubinemia
Diagram
2. Distribusi gambaran bayi yang mengalami dan tidak mengalami kejadian
hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto tahun 2010.

Berdasarkan diagram 2 dapat diketahui bahwa terdapat 85 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia
(50,0%) dan terdapat 85 bayi yang tidak hiperbilirubinemia (50,0%). Data
tersebut diambil dari populasi bayi yang mengalami dan tidak mengalami
hiperbilirubinemia di RSUD Prof Dr Margono Soekardjo Purwokerto yang berjumlah
2322 bayi. Jumlah bayi yang mengalami hiperbilirubinemia sebanyak 579 bayi (25%) dan
yang tidak mengalami hiperbilirubinemia sebanyak 1743 bayi (75%).
Hiperbilirubinemia yang terjadi di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto rata-rata diderita oleh bayi yang berat
lahirnya rendah, hal ini disebabkan karena organ tubuh bayi dengan berat badan
lahir < 2500 gram masih lemah karena fungsi hepar yang belum matang atau
terdapat gangguan dalam fungsi hepar seperti hipoksia, hipoglikemi, asidosis,
dll sehingga mengakibatkan kadar bilirubin meningkat dan bilirubin indirek akan
mudah melewati darah otak (Trionika, 2009).
2.
Analisis Bivariat
Hubungan Bayi Berat
Lahir Rendah dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto.
Tabel. Tabulasi Silang
antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di RSUD Prof
Dr Margono Soekardjo Purwokerto.
BBLR/Non BBLR
|
Hiperbilirubinemia
|
P-Value
|
|||
Tidak
|
Ya
|
||||
n
|
%
|
n
|
%
|
||
BBLR
|
3
|
3,5
|
44
|
51,8
|
0,000
|
Non BBLR
|
82
|
96,5
|
41
|
48,2
|
|
Total
|
85
|
100,0
|
85
|
100,0
|
Berdasarkan table
diatas menunjukan
dari 85 bayi di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto yang tidak mengalami hiperbilirubinemia sebagian besar mempunyai berat lahir cukup (Non BBLR) (96,5%) dan yang
mempunyai berat lahir rendah (BBLR) (3,5%), sedangkan dari 85 bayi yang
mengalami kejadian hiperbilirubinemia sebagian besar (51,8%) mempunyai berat lahir rendah dan yang mempunyai berat bayi
lahir cukup sebanyak 48,2%.
Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan
antara bayi berat lahir rendah dengan kejadian Hiperbilirubinemia di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Hal ini dapat dilihat dari nilai p value sebesar 0,000
(p value <α 0,05), yang
berarti secara statistik menunjukan ada hubungan antara bayi berat lahir rendah
dengan kejadian Hiperbilirubinemia.
KESIMPULAN
1.
Bayi yang dilahirkan dengan keadaan non BBLR di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto lebih banyak yaitu 123 bayi (72,4%)
dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan BBLR.
2.
Terdapat 85 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia (50%)
dan 85 bayi yang tidak mengalami hiberbilirubinemia (50%).
3.
Terdapat hubungan antara bayi berat lahir rendah (BBLR)
dengan kejadian Hiperbilirubinemia di RSUD Prof
Dr Margono Soekarjo Purwokerto(p value = 0,000).
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (2007). Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit.
Jakarta : Depkes RI.
Etika, R., Harianto, A., & Indarso,
F. (2010). Hiperbilirubinemia pada neonatus. Terdapat pada http://askep-askeb-kita.blogspot.com/. Diakses tanggal 5 Agustus 2010.
Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat. (2007). Metode penelitian kebidanan dan tekhnik analisi data. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat. (2009). Metode penelitian kebidanan dan tekhnik analisi data. Jakarta : Salemba Medika.
Klaus & Fanaroff. (1998). Penatalaksanaan
neonates resiko tinggi. Edisi 4. Jakarta : Buku Kedokteran.
Proverawati & Cahyo. (2010). Bayi Berat Lahir Rendah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Tarigan. M. (2003). Asuhan
keperawatan dan aplikasi discharge planning pada klien dengan
hiperbilirubinemia. Terdapat pada http://nersqeets.blogspot.com/.
Diakses tanggal 5Agustus 2010.
Trionika,
N. (2010). Hiperbilirubinemia. Terdapat pada http://hiperbilirubin-normatrionika.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 9 Desember
2010.
Wiknjosastro. (2007). Ilmu kebidanan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka.
Yuliani, R, & Suriadi. (2001). Asuhan
keperawatan pada anak. Jakarta : PT Fajar Interpratama.